Salam Santun


Selasa, 25 Desember 2012

Muqaddimah Mentoring




Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Al-Jumu’ah: 2)

“Saya ingin berterus terang kepada kalian bahwa da’wah yang kita emban ini belum banyak diketahui orang. Nanti di saat mereka telah mengetahui dan memahami tujuan dan sasarannya, niscaya akan terjadi pertentangan dan permusuhan diantara mereka. Di depan kalian akan terbentang berbagai kesulitan dan kalian akan menemukan banyak kendala. Saat itu berarti kalian telah meniti jalan aktivis da’wah yang sesungguhnya. Kini kalian masih belum di kenal. Kalian baru masuk fase persiapan untuk memasuki jalan dawah dan merealisasikan tuntutannya, berupa jihad dan perjuangan.” ( Hasan Al-Banna)

Dalam setiap organisasi, proses penjagaan terhadap setiap kader merupakan salah satu elemen terpenting dalam menentukan kebertahanan sebuah organisasi. Penjagaan dan pembinaan terhadap seorang kader diharapkan dapat meningkatkan kualitas seorang kader menjadi lebih baik dan lebih siap dalam memahami seluk beluk organisasi tersebut.

Mahasiswa adalah kaum intelektual yang diharapkan dapat memberikan sebesar-besar manfaat di tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Terlebih lagi mahasiswa AKA, yang konon merupakan salah satu kampus D3 terbaik di negeri ini. Tentu tidak sedikit orang yang menggantungkan nasib bangsa ini kepada generasi yang kelak akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa ini. Mahasiswa setidaknya memiliki empat fungsi, yakni da’i, cadangan keras masa depan, agen perubahan, dan pengarah perubahan. Dengan fungsi tersebut, mahasiswa dituntut untuk peduli terhadap kelangsungan nasib bangsa ini, memiliki  sensitivitas terhadap lingkungan sosial, mampu memperbaiki, dan akhirnya dapat melindungi masyarakat.

Oleh karena itu, sebagai tumpuan harapan bangsa, mahasiswa harus memiliki pandangan yang jelas tentang siapa dirinya, akan kemana dia menuju, dan apa yang seharusnya dia lakukan. Lintasan pertanyaan-pertanyaan tentang akan kemana kita, apa tujuan kita hidup, dan lain-lainnya adalah sebuah pintu awal kesadaran seseorang.  Kesadaran yang harus ditindaklanjuti dengan jawaban yang benar, memberi kepuasan, menenangkan hati, serta menenteramkan jiwa. 



Mentoring bukanlah segalanya, tapi segalanya berawal dari Mentoring..

Empat belas abad yang lalu, sebuah lingkaran pertama telah terbentuk oleh Maestro Dakwah dunia pertama dan terbaik. Dalam rumah salah seorang sahabat yang sederhana mereka berbincang. Mereka berbicara mengenai umat, mengenai realitas yang terjadi, mengenai harapan dan keinginan yang ingin mereka wujudkan. Dan dari lingkaran tersebut bermunculanlah orang-orang luar biasa yang menjadi penegak agama Allah di muka bumi ini.

Kelompok yang dibentuk Rasulullah inilah yang kita kenal dengan nama Mentoring. Mentoring merupakan proses pembinaan ideal yang terbukti efektif dalam menjaga dan membimbing setiap orang, sehingga orang tersebut menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Proses pembinaan seperti inilah yang dilakukan oleh Rasulullah, Abu Bakar, dan para sahabat lainnya sehingga sampai saat ini kita masih merasakan nikmatnya proses pembinaan ini.

Dalam mentoring, kita tidak hanya belajar mengenai ilmu-ilmu agama saja. Tetapi juga ilmu-ilmu lain yang memang pada dasarnya dilandasi dengan nilai-nilai Islam didalamnya. Bahkan bagi para wirausahawan yang menjalankan bisnisnya, keberadaan seorang mentor dan proses mentoring ini sangat diperlukan bagi kesuksesan usaha yang dilakukannya.

Mentoring Rasulullah yang bermula dari lingkaran-lingkaran kecil itu mampu menciptakan peradaban baru di seantero jagad raya ini. Jadi bila kejayaan Islam ingin kembali bangkit, adalah sebuah keniscayaan untuk kembali pada metode, tatanan, serta orientasi mentoring Rasulullah.

 Umar bin Khattab pernah berkata, “Andaikan iman seluruh manusia selain para nabi dikumpulkan di suatu tempat, ditimbang dengan imannya Abu Bakar, tentulah imannya Abu Bakar lebih berat.

Apa yang dikatakan Umar ini adalah pernyataan objektif yang dibenarkan oleh para sahabat lainnya. Hal ini dikarenakan proses kaderisasi yang dilakukan Abu Bakar sangat efektif dan mengikuti proses pembinaan yang dilakukan Rasulullah pada dirinya. Sehingga wajarlah bila saat ini, masih banyak organisasi yang melakukan proses pembinaan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil ini.

Pada akhirnya mentoring ini dapat dilangsungkan dengan efektif apabila orang-orang yang terlibat didalamnya komitmen. Tanpa komitmen, maka suatu aktifitas atau pergerakan hanya akan berjalan efektif di awalnya saja. Bahwa tadhiyah (pengorbanan) itu berada di peringkat ke empat setelah paham, ikhlas dan amal. Maka sebuah tujuan tidak akan bisa dicapai tanpa tadhiyah dari para pelakunya.

Kami sadar bahwa apa yang kami lakukan hanyalah satu langkah kecil dari proses panjang da’wah ini, masih sangat jauh perjalanan yang harus kita tempuh untuk dapat menuai hasil yang kita cita-citakan bersama, bahkan boleh jadi kita tidak dapat menyaksikan buah karya yang dihasilkan oleh ayunan langkah kecil kita, namun yakinlah apa yang telah kita perbuat sedikitpun tidak sia-sia dihadapan Allah SWT.

Di akhir muqoddimah ini, ijinkan ana mengutip kata-kata dari sang murabbi, syaikhut tarbiyah Rahmat Abdullah.

Memang seperti itulah dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu..
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cintai..

Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari..

Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak… Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.

Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani… justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi… akhirnya menjadi adaptasi. Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah. Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada.

Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka. Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.


Sekian yang bisa ana sampaikan.. Ganbatte ne..
Wallahu'alam bisshawab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar